Dephie Sagita |
Banyak hal yang telah saya lewati sepanjang usia
saya. Memang, tidak sepenuhnya membahagiakan. Tapi sekarang semuanya
bisa saya maknai dengan ikhlas. Sejak dulu saya selalu berusaha
menghibur diri dengan menulis. Hobi yang sejak SD saya tekuni itu
mungkin bakat yang diturunkan ayah saya yang memang jago menulis dan
melukis (tapi saya tidak bisa melukis/menggambar). Tulisan saya memang
belum pernah ter-ekspose, namun setidaknya kegiatan itu sangat menghibur
tatkala saya sedih, gelisah, bingung, marah, dan sedang kacau.
Terlahir dari orangtua yang sangat sederhana, dan
lantas harus menerima kenyataan mereka bercerai ketika saya beranjak
remaja. Saya sulung dari 6 bersaudara, tapi saya merasa tidak pernah
bisa berguna untuk adik-adik saya karena saya belum pernah bisa
membahagiakan mereka. Saya bertekad harus bisa sekolah dengan cara
apapun, sejak keals 2 SMP sampai dengan lulus SMA saya selalu meminta
bantuan pihak sekolah agar saya dibebaskan dari biaya sekolah. Saya
lulus Sma tahun 2003 silam ketika usia saya tepat 17 tahun. Saya tidak
pintar atau cerdas, kemampuan belajar saya menurun sejak permasalahan
orangtua saya yang akhirnya memutuskan berpisah saat saya kelas 1 SMA.
Tapi ya sudahlah, itu cerita masa lalu yang mau tidak mau harus saya
lalui.
Kini saya telah menikah dan dikaruniai seorang putra
yang sangat menggemaskan dan pintar. Suami saya memang cuma seorang
buruh di sebuah pabrik ternama di Semarang. Tapi Alhamdulillah beliau
sudah karyawan tetap sejak 11 tahun lalu.
Kehidupan pernikahan kami dari awal tidaklah semulus yang
dibayangkan. Kami berdua melewati masa-masa yang sangat menyedihkan
bahkan sejak bulan awal pernikahan kami. Tapi itu tidaklah mengurangi
kebahagiaan dan rasa syukur saya mempunyai suami siaga yang sangat
bertanggungjawab seperti dia. Karena masalah-masalah kami justru datang
dari ibu mertua saya. Dari A - Z semua kami hadapi bersama. Walaupun
terkadang ada saja selisih paham atau beda pendapat, namun kami berdua
tetap saling menguatkan juga mengingatkan untuk tetap sabar dan
bersyukur dengan apapun yang kami punya.
Seringkali saya berkhayal bisa jadi seorang penulis.
Awalnya saya sembunyi-sembunyi dari suami saya, sampai akhirnya saya
pun bercerita soal hobi saya. Dia sangat mendukung, dan berharap saya
tetap menulis apapun yang ada di pikiran saya meskipun tidak di
publikasikan (suami saya kadang suka membaca apa yang saya tulis). Tapi
untuk menulis memang tidak mudah, kadang bertebaran ide kalau tidak
langsung selesai saat itu, pasti saya sudah tidak mood lagi dan
akhirnya..sia-sia.
Suami saya melarang saya bekerja, karena dia sangat ingin
saya jadi ibu rumahtangga saja. Yang setiap saat tahu perkembangan putra
kami. Cita-cita kami sederhana, ingin membangun keluarga yag sakinah
dan utuh. Ada ayah, ada ibu, dan putra-putri kami kelak bisa kami didik
sendiri ketika dirumah. Suami saya juga orangtuanya bercerai dan dia
tinggal dengan ibunya sejak kecil.
Sekarang yang harus kami lakukan adalah untuk
kepentingan putra kami yang sedang aktif-aktifnya. Meskipun kami masih
harus tinggal ditempat kost, tapi setidaknya saya tahu bahwa suami saya
masih sangat bertanggungjawab. Mungkin sekarang hanya ini yang dia
sanggup berikan, namun bagi saya ini adalah berkah tak terkira. Saya
harus bisa membantu suami untuk terus bertahan dan move on. Menjalani
hidup saya dengan bersyukur dan berbahagia bersama dua orang tercinta
sekarang.
Maaf ya ibu-ibu dan mbak semuanya, kalau tullisan
saya terlalu panjang (maklum saya itu orangnya juga ceriwis, hehehe..).
Terimakasih telah mengijinkan saya berada disini, dengan pengalaman dan
kawan-kawan baru tentunya.
Tolong di koreksi kalau ada yang salah.
Salam kenal mbak Dhepie.. semoga cita-cita menjadi penulis tercapai. manis asam-nya hidup terasa nikmat jika dinikmati bersama kkeluarga tercinta.
BalasHapus