Minggu, 19 Januari 2014

[PROFIL] Dephie Sagita


Dephie Sagita
Harus Move On

Banyak hal yang telah saya lewati sepanjang usia saya. Memang, tidak sepenuhnya membahagiakan. Tapi sekarang semuanya bisa saya maknai dengan ikhlas. Sejak dulu saya selalu berusaha menghibur diri dengan menulis. Hobi yang sejak SD saya tekuni itu mungkin bakat yang diturunkan ayah saya yang memang jago menulis dan melukis (tapi saya tidak bisa melukis/menggambar). Tulisan saya memang belum pernah ter-ekspose, namun setidaknya kegiatan itu sangat menghibur tatkala saya sedih, gelisah, bingung, marah, dan sedang kacau. 

Terlahir dari orangtua yang sangat sederhana, dan lantas harus menerima kenyataan mereka bercerai ketika saya beranjak remaja. Saya sulung dari 6 bersaudara, tapi saya merasa tidak pernah bisa berguna untuk adik-adik saya karena saya belum pernah bisa membahagiakan mereka. Saya bertekad harus bisa sekolah dengan cara apapun, sejak keals 2 SMP sampai dengan lulus SMA saya selalu meminta bantuan pihak sekolah agar saya dibebaskan dari biaya sekolah. Saya lulus Sma tahun 2003 silam ketika usia saya tepat 17 tahun. Saya tidak pintar atau cerdas, kemampuan belajar saya menurun sejak permasalahan orangtua saya yang akhirnya memutuskan berpisah saat saya kelas 1 SMA. Tapi ya sudahlah, itu cerita masa lalu yang mau tidak mau harus saya lalui.
Kini saya telah menikah dan dikaruniai seorang putra yang sangat menggemaskan dan pintar. Suami saya memang cuma seorang buruh di sebuah pabrik ternama di Semarang. Tapi Alhamdulillah beliau sudah karyawan tetap sejak 11 tahun lalu.
Kehidupan pernikahan kami dari awal tidaklah semulus yang dibayangkan. Kami berdua melewati masa-masa yang sangat menyedihkan bahkan sejak bulan awal pernikahan kami. Tapi itu tidaklah mengurangi kebahagiaan dan rasa syukur saya mempunyai suami siaga yang sangat bertanggungjawab seperti dia. Karena masalah-masalah kami justru datang dari ibu mertua saya. Dari A - Z semua kami hadapi bersama. Walaupun terkadang ada saja selisih paham atau beda pendapat, namun kami berdua tetap saling menguatkan juga mengingatkan untuk tetap sabar dan bersyukur dengan apapun yang kami punya.

Seringkali saya berkhayal bisa jadi seorang penulis. Awalnya saya sembunyi-sembunyi dari suami saya, sampai akhirnya saya pun bercerita soal hobi saya. Dia sangat mendukung, dan berharap saya tetap menulis apapun yang ada di pikiran saya meskipun tidak di publikasikan (suami saya kadang suka membaca apa yang saya tulis). Tapi untuk menulis memang tidak mudah, kadang bertebaran ide kalau tidak langsung selesai saat itu, pasti saya sudah tidak mood lagi dan akhirnya..sia-sia.

Suami saya melarang saya bekerja, karena dia sangat ingin saya jadi ibu rumahtangga saja. Yang setiap saat tahu perkembangan putra kami. Cita-cita kami sederhana, ingin membangun keluarga yag sakinah dan utuh. Ada ayah, ada ibu, dan putra-putri kami kelak bisa kami didik sendiri ketika dirumah. Suami saya juga orangtuanya bercerai dan dia tinggal dengan ibunya sejak kecil.

Sekarang yang harus kami lakukan adalah untuk kepentingan putra kami yang sedang aktif-aktifnya. Meskipun kami masih harus tinggal ditempat kost, tapi setidaknya saya tahu bahwa suami saya masih sangat bertanggungjawab. Mungkin sekarang hanya ini yang dia sanggup berikan, namun bagi saya ini adalah berkah tak terkira. Saya harus bisa membantu suami untuk terus bertahan dan move on. Menjalani hidup saya dengan bersyukur dan berbahagia bersama dua orang tercinta sekarang.

Maaf ya ibu-ibu dan mbak semuanya, kalau tullisan saya terlalu panjang (maklum saya itu orangnya juga ceriwis, hehehe..). Terimakasih telah mengijinkan saya berada disini, dengan pengalaman dan kawan-kawan baru tentunya.

Tolong di koreksi kalau ada yang salah.

1 komentar:

  1. Salam kenal mbak Dhepie.. semoga cita-cita menjadi penulis tercapai. manis asam-nya hidup terasa nikmat jika dinikmati bersama kkeluarga tercinta.

    BalasHapus