Jumat, 18 April 2014

SARARI, DETEKSI DINI KANKER SEBELUM TERLAMBAT





Baru-baru ini aku dikejutkan dengan berita duka meninggalnya presenter favorit Nira Stania. Ya, dia termasuk presenter favorit kami, aku dan suami. Kabar duka ini mengejutkan kami karena dia meninggal pada usia yang masih muda, yaitu 38 tahun akibat penyakit kanker payudara.

Aku langsung serching di internet, bagaimana perjalanan penyakit kanker ini pada Nira Stania. Kabarnya kanker payudara yang diderita wanita cantik ini telah memasuki stadium II. Dan entah kenapa, dia tidak langsung mengambil langkah kemoterapi, malah memilih pengobatan alternatif yaitu herbal. Meski kematian adalah hak Allah Swt, terus terang saja aku menyesal dengan pilihan pengobatan yang diambil Nira stania.

Berbicara tentang penyakit kanker yang satu ini, seharusnya sebagai wanita, kita diwajibkan mengetahui apa dan bagaimana gejalanya. Kalau perlu lakukan SARARI. Yaitu perikSA payudaRA sendiRI. Cara ini telah aku lakukan sejak usia muda dan Alhamdulillah, mampu mendeteksi gejalan kanker sejak dini.

Saat itu aku sudah bekerja, namun belum menikah. Usiaku 22 tahun. Ketika usai menstruasi, seperti biasa aku selalu memeriksa payudara dengan cara meraba dan bergerak searah jarum jam. Payudara kanan terlebih dulu, kemudian yang kiri. Astaghfirullah....jemari tangan kiriku meraba seperti ada benjolan kecil di samping payudara kanan dekat dengan ketiak.

Aku menatap cermin dengan perasaan cemas. Sekali lagi aku melakukan SARARI untuk meyakinkan diri. Tapi, benjolan itu tetap ada di sana. Tiba-tiba benjolan itu terasa nyeri. Ahh...apakah selama ini aku mengabaikan nyeri di sisi payudara kananku? Entahlah, aku tak bisa mengingatnya.

Saat itu belum ada yang namanya internet di bumi tempatku berpijak. Aku hanya tahu dari majalah-majalah yang pernah aku lahap, bahwa benjolan itu bisa jadi gejala kanker. Sesudah merasa yakin adanya benjolan, perasaanku tak karuan. Terus terang, segala pemikiran negatif bermunculan di otakku. Apakah kanker ini tergolong kanker ganas? Apakah ada obat untuk jenis kanker yang aku derita? Apakah usiaku hanya sampai di sini? Ya Tuhan, aku masih ingin berumur panjang. Aku bahkan belum menikah dan memiliki tiga anak seperti yang selama ini menjadi cita-citaku.

Terus terang, untuk berbagi dugaanku tentang benjolan di payudara dengan ibuku adalah hal yang haram. Ibuku termasuk wanita lemah untuk urusan perasaan. Aku tak ingin membuat cemas beliau. Meski aku sering curhat bebas dengan bapak, aku juga tak ingin membebani beliau dengan ceritaku.

Akhirnya, aku cerita pada seseorang yang sangat dekat denganku. Saat ini dia adalah mantan pacarku alias suami. Padanya, aku bisa bebas bercerita tentang apa saja. Tak ada yang dirahasiakan. Ternyata pilihanku tepat. Mas Ar malah bercerita bahwa ibunya tengah berjuang melawan penyakit kanker payudara. Aku pun diajaknya menemui sang bunda (sekarang tentu saja menjadi ibu mertuaku)

Saat itu beliau memilih kemoterapi di rumah sakit khusus kanker di Salatiga. Penyakit kanker yang dideritanya sudah mencapai stadium III. Tapi karena ketelatenan, doa yang terus dipanjatkan dari seluruh keluarga dan semangat untuk sembuh, Alhamdulillah beliau bisa sembuh dan bebas dari penyakit ini.

Berkat cerita beliau, aku pun memberanikan diri memeriksa benjolan di payudara ke sebuah rumah sakit di Semarang. Tentu saja Mas Ar yang mengantarku, hingga aku berani berjuang melawan penyakit ini. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang aku jalani dengan berbagai macam perasaan, malu, takut dan ingin menangis, akhirnya aku mengetahui hasilnya.

Ternyata, benjolan itu bukan kanker. Namun bisa saja berubah seiring waktu menjadi tumor. Perjalanan waktu pula yang akan menjadikan benjolan itu berubah menjadi tumor jinak ataukah ganas. Beruntung, aku selalu rajin melakukan SARARI. Hingga aku bisa mendeteksi sendiri gejala kanker dan bisa dicegah dengan pengobatan yang lebih mudah.

Akhirnya aku hanya mendapat dua macam obat. Untuk pereda nyeri dan mengecilkan ukuran benjolan yang ada di payudara kananku. Namun yang masih membuat aku cemas adalah, meski nyeri sudah hilang, benjolan itu masih tetap bercokol nyaman di payudara. Aku pun lagi-lagi curhat pada Mas Ar, yang dengan setia selalu mendengar setiap keluh kesahku.

Dia pun bercerita pada sang bunda. Yang akhirnya bermuara dengan memberikan obat herbal untukku, yaitu ramuan benalu teh yang bisa dibeli di toko penjual jamu. Dengan petunjuk dari CAMER, aku merebus tiga jumput benalu teh dalam wadah yang terbuat dari tanah liat.  Setelah cukup dingin, air rebusan itu aku saring dan aku minum sehari dua kali. Tak butuh waktu lama, hanya seminggu, benjolan itu lenyap.

Aku bersyukur pada Allah Swt. Penyakit itu diangkatNYA dari tubuhku. Hingga detik ini, aku masih setia menjalani SARARI. Deteksi dini yang sangat penting dilakukan oleh para wanita agar bisa mengetahui lebih awal bila terkena penyakit kanker payudara. Pemeriksaan yang murah, tak perlu keluar rumah dan aman.

Tulisan Mbak Hidayah Sulistyowati

2 komentar:

  1. kuereeen banget infonya...terimakasih ya IIDN terutama mbak Hidaya S....jadi kangen :)

    BalasHapus
  2. Mbakku juga pernah ada tumor kecil mba, dia sadar berkat SARARI juga. ALhamdulillah udah diangkat dan sehat terus sampe sekarang

    BalasHapus