Alhamdulillah, beruntungnya saya bisa
belajar bareng Dee Lestari kemarin. Kesempatan ini saya dapat dari mbak Dedew korwil IIDN Semarang yang mengajak saya untuk meliput Coaching
Clinicnya Dee. Tentu saya akan berterima kasih kepada Dewi yang pertama ini
ya. Thanks Mbak Dew.
Berangkat jam 06.00 dari Ungaran kami sampai lokasi jam 08.30. Untung Mbak Dee nya belum datang sehingga tidak terlewat ilmu yang disampaikan. Coaching clinic yang diadakan Bentang ini adalah keingingan Dee untuk memberi kesempatan peserta bertanya apa saja *tentunya dunia tulis menulis ya.
Begitupun dengan nama acara
Dee’s coaching clinic ini ia yang memberi. Peserta yang datang merupakan
pemenang lomba review Gelombang,
blogger dan aDEEction sejati (istilah untuk penggemar karya Dee).
Sekitar jam
09.00 Mbak Dee sampai lokasi, dengan mengenakan kaos hitam dan rok jeans biru.
goodie bag dari Bentang |
Betapa
santainya, namun tetap cantik. Setelah acara dibuka Mbak Dee langsung
mempersilakan para peserta yang berjumlah 30 untuk memperkenalkan diri satu
persatu. Ada yang dari Yogya, Semarang, Demak bahkan dari Bandung.
Tak lama Dee langsung
membuka termin pertama dengan lima pertanyaan. Mungkin tidak akan saya tuliskan
berurutan, mungkin juga ini pertanyaan termin kedua, hehe.
1.
Apa
motivasi Dee untuk menulis?
Sejatinya ia menulis adalah ingin
berbagi. Sejak SMP ia sudah terbiasa menulis diary. Menurutnya ia adalah penulis diary berdedikasi. Motivasi kanak-kanaknya waktu itu adalah, jika
suatu saat Indonesia luluh lantak tak bersisa ia berharap suatu hari ada
seorang explorer menemukan
diary-diarynya yang disimpan di peti perak. Lalu bisa menjadi bukti sejarah,
hihihi. Namun, karena dulu ia menulisnya pakai pensil jadi sekarang tidak
terbaca deh.
bersama penulis idolaku |
Proses menulis itu bukan kegiatan
membuka laptop lalu mengetik. Saat bangun tidur sebenarnya kita telah memulai
menulis, karena kamera penulis itu mengamati hal-hal yang mungkin tak
dihiraukan orang. Penulis itu punya ketajaman visualisasi. Mungkin saat membuka
jendela kita melihat apa, pergi ke pasar atau pun kegiatan lain. Semua itu
tersimpan dalam bank data yang kelak akan kita ambil untuk ditulis.
2.
Bagaimana
bisa menulis yang panjang dengan ratusan halaman?
Seringkali kita merasa sangsi bisa
menulis novel dengan halaman yang tak sedikit. Kalaupun bisa, mungkin juga dengan
kualitas tulisan ala kadar. Dee mengakui bahwa dulu ia buta sastra dan seri
supernova yang pertama ia tulis hanya berdasarkan intuisi, tanpa teknik menulis
yang baik. Sejujurnya, jika kita tahu teknik menulis, itu akan memudahkan. Tak jarang
kita membayangkan lembaran-lembaran yang harus kita tempuh, misal 500 halaman. Dee
biasanya membuat timeline linear dan pemetaan, tujuannya supaya tidak
kelelahan.
Bisa digambarkan seperti ini
Lingkaran besar ini adalah lautan
bernama 500 halaman. Bulatan-bulatan kecil di dalamnya merupakan pulau-pulau
untuk beristirahat. Jadi tulislah babak
1 terlebih dahulu dan tak perlu berpikir apa yang kita mau tulis di ratusan
halaman selanjutnya.
Kerap kita mendengar mood dijadikan kambing hitam untuk
menunda menulis. Dee bilang itu karena kita belum tahu teknik menulis, sehingga
sering mentok ide, deadlock dan
istilah lainnya. Sehingga kita bingung, habis ini mau apa nih. Intinya struktur
cerita itu ada 3 babak yakni perkenalan/pembukaan, konflik, dan resolusi
(penyelesaian konflik). Sindrom penulis pemula biasanya banyak menulis di babak
pertama. Bisa jadi ceritanya sudah masuk babak 2, ini biasanya bagian
terpanjang, dan terakhir terpendek, sehingga jangan bertele-tele. Tempatkanlah
diri kita sebagai pembaca.
Foto bersama |
3. Bagaimana
membentuk karakter yang amazing?
Tentu kita sudah
tahu bahwa tokoh-tokoh dalam supernova itu unik. Bukan dengan karakter dan kebiasaan
lazim kebanyakan orang. Bahkan, nama-nama sang tokoh pun tidak asal comot. Misal
tokoh Bodhi dalam ‘Supernova Akar’ ia ambil dari nama sebuah pohon yang punya
akar kuat, yaitu pohon Bodhi.
Karakter yang tidak biasa memang berasal dari
imajinasi. Misal Elektra, sekali pun ia jago tidur tapi punya kemampuan terapi
listrik. Ini tentu unik. Ciptakan karakter dengan keseimbangan antara biasa dan
tak biasa misal 90% baik 10% tidak baik begitu sebaliknya untuk tokoh
antagonis. Realistis saja. Jadikan tokoh utama itu yang memperjuangkan bukan
diperjuangkan, beraksi bukan korban aksi.
4. Alasan
Dee menulis Supernova
Dee suka dengan
kisah cinta, filsafat dan spiritualitas. Hingga ia ingin punya buku yang
menggabungkan ketiganya. Karena ia kurang setuju dengan spiritualitas yang
dogmatis. Kita pernah mendengar kan istilah tulislah buku yang ingin kamu baca.
Begitulah yang memotivasi Dee.
5. Bagaimana
dengan setting dalam buku-bukunya
apakah ia riset langsung?
Riset bisa
ditempuh dengan 4 cara, bisa dengan riset pustaka, internet, wawancara dan
mengunjungi langsung. Tidak semua setting dikunjungi Dee, contohnya di Tibet
atau lembah Yarlung. Itu merupakan hasil ngorek informasi dari backpacker yang pernah ke sana. Namun,
ia tulis sedatail-detailnya. Seperti struktur tanah, warna air dan segala
macam. Bahkan ia sampai membuka 50an window jika searching di internet.
Intinya, menulis
itu harus dilatih. Jam terbang tinggi akan mengasah kemampuan kita dan
menemukan ciri khas menulis. Tulis saja apa yang kita suka, lebih baik
memperbaiki halaman yang buruk timbang mengahadapi halaman kosong. Di situlah
saya kadang merasa ditampar Dee. Semoga bisa menjadi pencerahan untuk kita.
Saatnya book
signing dan futu-futu. Sekian liputan saya, semoga bermanfaat ya :)
Ditulis oleh: Aditya Meilia
www.adityameilia.blogspot.com
alhamdulillah sangat amazing......
BalasHapusKayak pisau yang semakin diasah semakin tajam yak makdew
BalasHapusbetul sekali mba, kalau kita tidak belajar menulis untuk memberikan informasi yang baik,
BalasHapusbagaimana nanti kalau yang kita harapka tersebut tinggi namun tidak tercapai kan, apalagi tercapai namun bukan dari hasil sendiri :D
duh impian bisa ketemu dee lestari :D
BalasHapus