Jumat, 07 Februari 2014

Kopdar Bareng Founder Komunitas IIDN



Alhamdulillah, Minggu lalu, 2 Febuari 2014, IIDN Semarang berhasil kopdar dengan founder Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN), Indari Mastuti a.k.a Teh Iin. Walaupun sempat ada kendala hingga terpaksa mengundurkan jam kopdar. Semarang yang dua hari sebelumnya agak cerah, seketika hujan tiada henti semenjak malam sebelum hari H. Tetapi, salut dengan semangat emak-embak yang datang. Mulai menerjang banjir, kedinginan hujan-hujanan, sampai ada yang nge-bis dari Temanggung dan Banyumas *sodorin jempol terasi. Kopdar pun berlangsung seru, pada curhat tentang menulis, ketawa tiada henti, backsound suara balita, dan… futu-futu tentunya.


SESI: PERKENALAN

Sebelum Teh Iin cuap-cuap sampai bibirnya seseksi Angelina Jolie, agenda pertama adalah perkenalan anggota IIDN Semarang yang hadir. Setiap emak-embak wajib menceritakan bagaimana awal masuk, alasannya, hingga hal postif selama join di IIDN Semarang. Ternyata, rata-rata mengaku keblondrok, tapi nyaman di grup karena member-nya cantik-cantik, ehem… ehem… selain itu, pada ramah dan suka berbagi ilmu menulis.
Beberapa anggota yang datang, mengaku hanya sebagai silent reader dan kopdar Teh Iin adalah yang pertama, tetapi diam-diam tetap berlatih lho. Baguuusss, kalau menang lomba, jangan lupa traktir admin ya *pasang tampang preman.
Setiap anggota juga wajib mengatakan target menulis di tahun ini. Ada yang pengin buku solo, berharap menang-menang lomba blog lagi, sampai buku antologi dahulu saja. Eit, ada maksudnya loh Teh Iin tanya soal target. Setidaknya, setiap anggota ada hal yang ingin dicapai di tahun kayu kuda ini *abis imlek soalnya.
Dari hasil perkenalan ini, ternyata prestasi anggota IIDN Semarang berjibun lho, mulai dapat duit, voucher belanja sampai 2 jeti, hingga niat resign demi profesi menulis. Kira-kira, ada enggak ya, embak IIDN yang dapat jodoh dari komunitas ini? #eh.

SESI: SELUK-BELUK MENULIS

Awal Lahirnya IIDN Semarang
Komunitas IIDN berdiri atas hasil semedi Teh Iin di sudut dapur, ups. Dari awal, Teh Iin memang ingin membidik segmen ibu-ibu. Hal pertama adalah mencari nama yang mudah dicerna, dekat dengan kalangan ibu-ibu, dan bahasa Indonesia. Akhirnya lahirlah Ibu-Ibu Doyan Nulis alias IIDN, dengan tagline mengedukasi dan menginspirasi.
Perkembangan komunitas anggota IIDN tergolong melesat. Teh Iin mengaku tidak berbuat banyak atas pertumbuhan anggota. Menurutnya, justru aktifitas mulut ke mulut anggota yang membesarkan komunitas ini. Tentunya, sangat berterima kasih kepada Mark Zuckerberg yang membuat ribuan ibu-ibu dapat bertemu maya di grup facebook. Goal utama komunitas ini adalah melahirkan penulis profesional. Akhirnya, member yang meretas sebagai penulis pertama IIDN adalah Roza Rianita. Momen tersebut menjadi kelegaan Teh Iin  sekaligus pecut menggiring komunitas menjadi lebih baik lagi.

Profesi Menulis
Melalui komunitas IIDN, Teh Iin memberi edukasi kalau menulis itu dapat menjadi profesi. Terlepas niat masing-masing orang menulis itu, untuk mencari duit, biar punya buku solo terus namanya ada di toko buku, pengin punya buku antologi saja sudah cukup, atau biar dapat voucher belanja. Apapun motivasinya, itu sah-sah saja karena menunjukkan produktifitas menulis.
Membangun komunitas IIDN tidaklah selalu mulus. Teh Iin mengaku pernah hampir kolaps. Tetapi memegang teguh keyakinannya kalau menulis dapat menghasilkan uang. Akhirnya meraih satu per satu prestasi, mulai perempuan inspiratif Nova 2010, hingga juara 2 wirausaha muda mandiri 2012, yang mengucurkan uang sebagai modal business plan *mata mendadak hijau.
Dari pengalaman di atas, Teh Iin mengetahui cara branding diri sendiri. Jalur pertama adalah mengikuti kompetisi. Apabila menang maka ada media yang mendekatinya. Sehingga tercipta image Teh Iin sebagai penulis.

Tips Menulis
Setiap (calon) penulis harus yakin kalau menulis itu bukan bakat tetapi proses. Ketika berhasil memaknainya, akan memudahkan usahanya sebagai penulis. Menulis bisa melalui media apa saja, di koran, buku, blog, dll. Oh ya, saat ini, banyak penerbit yang hunting penulis melalui blog loh, jadi, (calon) penulis wajib memiliki blog sebagai media latihan sekaligus promosi karyanya.
1.    Ide. Sebelum menulis, pasti berawal dari ide. Ide itu banyak dan ada di sekitar kita, hanya perlu jeli menangkap ide tersebut. Misalnya: melihat berita banjir, bisa melahirkan ide bikin buku tips membangun rumah anti banjir.
2.    Membaca. Mau jadi penulis? Harus membaca untuk memperkaya khasanah. Malas membaca? Jangan ngarep deh jadi penulis, galaknyaaa...
3.    Punya mind mapping atau kerangka. Lebih baik membuat kerangka dahulu sebelum menulis, walaupun hendak membuat cerpen yang tidak terlalu panjang. Fungsinya agar hasil tulisan lebih terarah. Ternyata, banyak ibu-ibu yang mengaku asal tulis saja. Pada menuangkan begitu saja apa yang ada di kepala saat di depan komputer, hehe. Besok-besok, bikin kerangka dahulu ya, Buuu… *pecut satu-satu.
4.    Setiap hari menulis. (Calon) penulis harus komitmen menulis setiap hari. Mau satu paragraf, satu halaman, atau satu bab. Terserah. Masing-masing  tahu kemampuannya. Yang utama, setiap hari menulis untuk mengasah hasil tulisan.
5.    Yang terakhir adalah, menulis bikin ketagihan, trust me, it works! *niru iklan tivi.

Proses Menulis
Menulis menulis menulis ===lalu=è promosi (dengan cara mengirimkan naskah ke penerbit) ===lalu=è ACC dari penerbit (akan ada proses editing dari editor dengan penulis) ===lalu=è proses cetak (tidak jarang harus antri di bagian percetakan) ===lalu=è penulis juga melakukan promosi.
Walaupun penerbit sudah memiliki tim marketing, tetapi penulis memiliki kewajiban melakukan promosi bukunya sendiri pula. Bahkan penerbit lebih menyukai penulis yang aktif berpromosi lho.
Kalau ditolak bagaimana? Ya balik ke “menulis menulis menulis”
Cemungud, Kaka!

Agar Naskah Dilirik Penerbit
Buat profil semenarik mungkin. Biar penerbit lebih tertarik.
Misalnya: Anda menulis buku resep, di profil jangan lupa menceritakan kalau Anda adalah penulis yang terjun di komunitas memasak, pernah beberapa kali menerima pesanan kuliner, atau sering mendapatkan pujian dari konsumen.

Pesan Teh Iin
“Penulis itu kaya ilmu, kaya pahala, kaya bahagia, dan kaya empati.”
Anggota IIDN dapat share tulisannya di grup untuk mendapatkan feedback dari anggota. Mungkin pertama-pertama tiada yang respon, mungkin pas anggota lain lagi rempong arisan  #eh, atau kelewatan. Its okay. Terus share tulisannya, biasanya lama-lama dapat like, terus terima komentar deh.

SESI: TANYA JAWAB

Apakah kalau kita sering ditolak dari penerbit A, lalu akan masuk daftar black list?
Tidak. Justru bagus. Kemungkinan penerbit akan mengingat Anda sebagai penulis yang sering ditolak, hehe. Tetapi, penerbit akan melihat peningkatan kualitas menulis Anda. Jadi, terus kirim ya. Selain itu, penolakan tersebut bisa karena momen tidak tepat, pasarnya tidak jelas, tidak sesuai visi misi penerbit.

Saya suka mentok di tengah jalan kalau menulis. Gimana mengatasinya?
Banyak baca buku, minta komentar teman, endapkan naskahnya dahulu, atau print lalu bawa kemana-mana naskahnya. Lebih bagus lagi, siapkan kerangkan yang kuat dahulu, pasti enggak terjadi writer’s block.

Bagaimana membagi waktu antara menjadi ibu, istri, hingga menulis?
Teh Iin punya daftar 200-an to do list setiap harinya. Seperti ngeblog, mengantar anak, mengintip komunitas, dll. Fungsi menulis poin-poin tersebut untuk memudahkan manajemen waktu. Bahkan Teh Iin membatasi waktu baca beranda FB, membalas satu per satu komentar, karena dianggap membuang waktu. Perlu diketahui, Teh Iin punya dua anak tanpa ART sama sekali, wow! Kalau mentok, biasanya minta bantu suami. Jadi, kalau Teh Iin bisa, Anda juga bisa dong? *kabur ah kalo soal ini, hihi.
Foto: Teh Iin dengan agenda yang memuat 200an to do list

Bagaimana alur naskah sampai terbit?
Pertama kenali penerbit. Masing-masing penerbit punya karakter sendiri, panjang naskah, hingga cara pengiriman. Rata-rata sih untuk buku sekitar 120-150 halaman dengan 1,5 spasi. Ada baiknya juga kenali perkembangan tren buku.

Saya sedang menulis, tetapi mengambil beberapa info dari website tertentu, ternyata website tersebut minta bayaran, tidak mau sekedar menulis sumber saja. Bagaimana?
Sangat disarankan mengambil sumber dari youtube karena memaksa Anda memindahkan dari info audio-visual ke tulisan. Kalau dari website, memang riskan copy-paste. Tetapi, kalaupun mengambil dari website, baiknya rewrite. Kalaupun mengambil tulisannya, sebenarnya cukup menuliskan sumber. Tetapi, lagi-lagi sangat menganjurkan dari youtube.

Dan, masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak sempat saya tulisakan satu per satu..

“Menulis bukan MAMPU, tetapi berawal dari MAU.”
(Indari Mastuti)

#Jleb jleb jleb.

Mau baca tulisan emak-embak yang lain? Klik link di bawah ya:

FOTO-FOTO
 Ki-Ka (atas): Widya Tarangga, Mirma Hapsari, Marita Suryaningtyas, Hidayah Sulistyowati, Emelia Sigit, Marfuah (Bunda'a Nafazayan), Dian Nafi, Indari Mastuti, Archa Bella, Qudsi Falkhi, Dini Rahmawati.
Ki-Ka (bawah): Fenty Arifianty, Syifa Amzy K., Inung, Uniek Karwarganti, Hapsari Adiningrum, Fenny Ferawati, Al, Winda Oetomo, Vina, Wuri Nugraeni, Ali.
Tukang foto: Lestari


 Pas mo bubar, ada Lestari. Jadi, fotografernya suami siapa?

6 komentar:

  1. trust me, it works... hohohoo... suka banget tuuuhh

    BalasHapus
  2. Komplit bangeeeet, enak bacanya ;) Asyiiiik.Al.ikut.nampang

    BalasHapus
  3. Mulai mempraktekktan 20 ( nol nya ilang satu ) to do list..ternyata enggak gampang..

    BalasHapus
  4. Lam kenal mbaa.. di purwokerto ada ga ya komunitas ibu2 doyan nulis???

    BalasHapus
  5. wowww..nderek banggaa...selamat yaa my sisters IIDN Semaraang..i proud of you all...yuk yuk nulis teruus..

    BalasHapus