Alhamdulillah,
Minggu lalu, 2 Febuari 2014, IIDN Semarang berhasil kopdar dengan founder Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN),
Indari Mastuti a.k.a Teh Iin. Walaupun sempat ada kendala hingga terpaksa
mengundurkan jam kopdar. Semarang yang dua hari sebelumnya agak cerah, seketika
hujan tiada henti semenjak malam sebelum hari H. Tetapi, salut dengan semangat emak-embak
yang datang. Mulai menerjang banjir, kedinginan hujan-hujanan, sampai ada yang nge-bis
dari Temanggung dan Banyumas *sodorin jempol
terasi. Kopdar pun berlangsung seru, pada curhat tentang menulis, ketawa
tiada henti, backsound suara balita, dan…
futu-futu tentunya.
SESI: PERKENALAN
Sebelum Teh Iin
cuap-cuap sampai bibirnya seseksi Angelina Jolie, agenda pertama adalah
perkenalan anggota IIDN Semarang yang hadir. Setiap emak-embak wajib
menceritakan bagaimana awal masuk, alasannya, hingga hal postif selama join di IIDN Semarang. Ternyata, rata-rata
mengaku keblondrok, tapi nyaman di
grup karena member-nya cantik-cantik,
ehem… ehem… selain itu, pada ramah
dan suka berbagi ilmu menulis.
Beberapa anggota
yang datang, mengaku hanya sebagai silent
reader dan kopdar Teh Iin adalah yang pertama, tetapi diam-diam tetap berlatih
lho. Baguuusss, kalau menang lomba, jangan lupa traktir admin ya *pasang tampang preman.
Setiap anggota
juga wajib mengatakan target menulis di tahun ini. Ada yang pengin buku solo, berharap
menang-menang lomba blog lagi, sampai buku antologi dahulu saja. Eit, ada
maksudnya loh Teh Iin tanya soal target. Setidaknya, setiap anggota ada hal
yang ingin dicapai di tahun kayu kuda ini *abis
imlek soalnya.
Dari hasil
perkenalan ini, ternyata prestasi anggota IIDN Semarang berjibun lho, mulai
dapat duit, voucher belanja sampai 2
jeti, hingga niat resign demi profesi
menulis. Kira-kira, ada enggak ya, embak IIDN yang dapat jodoh dari komunitas
ini? #eh.
SESI: SELUK-BELUK MENULIS
Awal Lahirnya IIDN Semarang
Komunitas IIDN
berdiri atas hasil semedi Teh Iin di sudut dapur, ups. Dari awal, Teh Iin memang ingin membidik segmen ibu-ibu. Hal
pertama adalah mencari nama yang mudah dicerna, dekat dengan kalangan ibu-ibu,
dan bahasa Indonesia. Akhirnya lahirlah Ibu-Ibu Doyan Nulis alias IIDN, dengan tagline mengedukasi dan menginspirasi.
Perkembangan
komunitas anggota IIDN tergolong melesat. Teh Iin mengaku tidak berbuat banyak atas
pertumbuhan anggota. Menurutnya, justru aktifitas mulut ke mulut anggota yang membesarkan
komunitas ini. Tentunya, sangat berterima kasih kepada Mark Zuckerberg yang
membuat ribuan ibu-ibu dapat bertemu maya di grup facebook. Goal utama
komunitas ini adalah melahirkan penulis profesional. Akhirnya, member yang meretas sebagai penulis pertama
IIDN adalah Roza Rianita. Momen tersebut menjadi kelegaan Teh Iin sekaligus pecut menggiring komunitas menjadi lebih
baik lagi.
Profesi Menulis
Melalui komunitas
IIDN, Teh Iin memberi edukasi kalau menulis itu dapat menjadi profesi. Terlepas
niat masing-masing orang menulis itu, untuk mencari duit, biar punya buku solo
terus namanya ada di toko buku, pengin punya buku antologi saja sudah cukup,
atau biar dapat voucher belanja. Apapun
motivasinya, itu sah-sah saja karena menunjukkan produktifitas menulis.
Membangun komunitas
IIDN tidaklah selalu mulus. Teh Iin mengaku pernah hampir kolaps. Tetapi memegang
teguh keyakinannya kalau menulis dapat menghasilkan uang. Akhirnya meraih satu
per satu prestasi, mulai perempuan inspiratif Nova 2010, hingga juara 2
wirausaha muda mandiri 2012, yang mengucurkan uang sebagai modal business plan *mata mendadak hijau.
Dari pengalaman
di atas, Teh Iin mengetahui cara branding
diri sendiri. Jalur pertama adalah mengikuti kompetisi. Apabila menang maka ada
media yang mendekatinya. Sehingga tercipta image
Teh Iin sebagai penulis.
Tips Menulis
Setiap (calon)
penulis harus yakin kalau menulis itu bukan bakat tetapi proses. Ketika berhasil
memaknainya, akan memudahkan usahanya sebagai penulis. Menulis bisa melalui
media apa saja, di koran, buku, blog, dll. Oh ya, saat ini, banyak penerbit
yang hunting penulis melalui blog
loh, jadi, (calon) penulis wajib memiliki blog sebagai media latihan sekaligus
promosi karyanya.
1.
Ide. Sebelum menulis,
pasti berawal dari ide. Ide itu banyak dan ada di sekitar kita, hanya perlu
jeli menangkap ide tersebut. Misalnya: melihat berita banjir, bisa melahirkan ide
bikin buku tips membangun rumah anti banjir.
2.
Membaca. Mau
jadi penulis? Harus membaca untuk memperkaya khasanah. Malas membaca? Jangan ngarep
deh jadi penulis, galaknyaaa...
3.
Punya mind mapping atau kerangka. Lebih baik
membuat kerangka dahulu sebelum menulis, walaupun hendak membuat cerpen yang
tidak terlalu panjang. Fungsinya agar hasil tulisan lebih terarah. Ternyata,
banyak ibu-ibu yang mengaku asal tulis saja. Pada menuangkan begitu saja apa
yang ada di kepala saat di depan komputer, hehe. Besok-besok, bikin kerangka
dahulu ya, Buuu… *pecut satu-satu.
4.
Setiap hari
menulis. (Calon) penulis harus komitmen menulis setiap hari. Mau satu paragraf,
satu halaman, atau satu bab. Terserah. Masing-masing tahu kemampuannya. Yang utama, setiap hari
menulis untuk mengasah hasil tulisan.
5.
Yang terakhir
adalah, menulis bikin ketagihan, trust me,
it works! *niru iklan tivi.
Proses Menulis
Menulis menulis menulis
===lalu=è promosi (dengan cara mengirimkan naskah ke penerbit) ===lalu=è ACC dari penerbit (akan ada proses editing dari editor dengan penulis)
===lalu=è proses cetak (tidak jarang harus antri di bagian percetakan) ===lalu=è penulis juga melakukan promosi.
Walaupun penerbit
sudah memiliki tim marketing, tetapi penulis memiliki kewajiban melakukan
promosi bukunya sendiri pula. Bahkan penerbit lebih menyukai penulis yang aktif
berpromosi lho.
Kalau ditolak
bagaimana? Ya balik ke “menulis menulis menulis”
Cemungud, Kaka!
Agar Naskah Dilirik Penerbit
Buat profil
semenarik mungkin. Biar penerbit lebih tertarik.
Misalnya: Anda
menulis buku resep, di profil jangan lupa menceritakan kalau Anda adalah
penulis yang terjun di komunitas memasak, pernah beberapa kali menerima pesanan
kuliner, atau sering mendapatkan pujian dari konsumen.
Pesan Teh Iin
“Penulis itu
kaya ilmu, kaya pahala, kaya bahagia, dan kaya empati.”
Anggota IIDN
dapat share tulisannya di grup untuk mendapatkan
feedback dari anggota. Mungkin
pertama-pertama tiada yang respon, mungkin pas anggota lain lagi rempong arisan #eh, atau kelewatan. Its okay. Terus share
tulisannya, biasanya lama-lama dapat like,
terus terima komentar deh.
SESI: TANYA JAWAB
Apakah kalau kita sering ditolak dari penerbit A, lalu
akan masuk daftar black list?
Tidak. Justru
bagus. Kemungkinan penerbit akan mengingat Anda sebagai penulis yang sering
ditolak, hehe. Tetapi, penerbit akan melihat peningkatan kualitas menulis Anda.
Jadi, terus kirim ya. Selain itu, penolakan tersebut bisa karena momen tidak
tepat, pasarnya tidak jelas, tidak sesuai visi misi penerbit.
Saya suka mentok di tengah jalan kalau menulis. Gimana
mengatasinya?
Banyak baca
buku, minta komentar teman, endapkan naskahnya dahulu, atau print lalu bawa kemana-mana naskahnya. Lebih
bagus lagi, siapkan kerangkan yang kuat dahulu, pasti enggak terjadi writer’s block.
Bagaimana membagi waktu antara menjadi ibu, istri,
hingga menulis?
Teh Iin punya
daftar 200-an to do list setiap
harinya. Seperti ngeblog, mengantar anak, mengintip komunitas, dll. Fungsi menulis
poin-poin tersebut untuk memudahkan manajemen waktu. Bahkan Teh Iin membatasi
waktu baca beranda FB, membalas satu per satu komentar, karena dianggap
membuang waktu. Perlu diketahui, Teh Iin punya dua anak tanpa ART sama sekali,
wow! Kalau mentok, biasanya minta bantu suami. Jadi, kalau Teh Iin bisa, Anda
juga bisa dong? *kabur ah kalo soal ini,
hihi.
Foto: Teh Iin dengan agenda yang memuat 200an to do list
Bagaimana alur naskah sampai terbit?
Pertama kenali
penerbit. Masing-masing penerbit punya karakter sendiri, panjang naskah, hingga
cara pengiriman. Rata-rata sih untuk buku sekitar 120-150 halaman dengan 1,5
spasi. Ada baiknya juga kenali perkembangan tren buku.
Saya sedang menulis, tetapi mengambil beberapa info
dari website tertentu, ternyata website tersebut minta bayaran, tidak mau
sekedar menulis sumber saja. Bagaimana?
Sangat disarankan
mengambil sumber dari youtube karena
memaksa Anda memindahkan dari info audio-visual
ke tulisan. Kalau dari website,
memang riskan copy-paste. Tetapi,
kalaupun mengambil dari website,
baiknya rewrite. Kalaupun mengambil
tulisannya, sebenarnya cukup menuliskan sumber. Tetapi, lagi-lagi sangat
menganjurkan dari youtube.
Dan, masih
banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak sempat saya tulisakan satu per satu..
“Menulis bukan MAMPU, tetapi berawal dari MAU.”
(Indari Mastuti)
#Jleb jleb jleb.
Mau baca tulisan emak-embak yang lain? Klik link di bawah ya:
FOTO-FOTO
Ki-Ka (atas): Widya Tarangga, Mirma Hapsari, Marita Suryaningtyas, Hidayah Sulistyowati, Emelia Sigit, Marfuah (Bunda'a Nafazayan), Dian Nafi, Indari Mastuti, Archa Bella, Qudsi Falkhi, Dini Rahmawati.
Ki-Ka (bawah): Fenty Arifianty, Syifa Amzy K., Inung, Uniek Karwarganti, Hapsari Adiningrum, Fenny Ferawati, Al, Winda Oetomo, Vina, Wuri Nugraeni, Ali.
Tukang foto: Lestari
Pas mo bubar, ada Lestari. Jadi, fotografernya suami siapa?
trust me, it works... hohohoo... suka banget tuuuhh
BalasHapusKomplit bangeeeet, enak bacanya ;) Asyiiiik.Al.ikut.nampang
BalasHapusFB seringkali melenakan ya maak
BalasHapusMulai mempraktekktan 20 ( nol nya ilang satu ) to do list..ternyata enggak gampang..
BalasHapusLam kenal mbaa.. di purwokerto ada ga ya komunitas ibu2 doyan nulis???
BalasHapuswowww..nderek banggaa...selamat yaa my sisters IIDN Semaraang..i proud of you all...yuk yuk nulis teruus..
BalasHapus