Selasa, 04 Februari 2014

[PROFIL] Emelia Sigit

Terlahir dengan nama Emelia Peni Dwi Astuti, atau Emelia Sigit, nama yang saat ini selalu saya pake di setiap penampakan saya baik di dunia nyata maupun maya. Kalo di lingkungan RT, RW dan sekitarnya saya di panggil dengan Bu Sigit (lebih tepatnya  Bude Sigit, ini karena faktor U – sia. 

 Tapi di grup ini, berhubung semua anggotanya sesama Ibu Rumah Tangga, saya pengen buibu  panggil saya seperti temen2 sekolah dan kuliah saya dulu, MEL aja...biar lebih akrab dan yang pasti terasa lebih muda (ngarep hehe)  Pake “mbak” juga gak apa-apa karena kayaknya usia saya di atas rata-rata ibu-ibu muda dan keren yang udah lama di IIDN Semarang ini. 
Lahir di Salatiga, 19 Mei 1970 (itung sendiri usia saat ini berapa?) cukup lumayan makan asam, garam, merica, cabe dan lain-lainnya. Tapi masalah tulis-menulis masih “ngrothal-grathul” dan “pating blasur” , (silakan cari di Google Translate) makanya pengen deket sama ibu-ibu yang senior di bidangnya dan sama ke ‘doyan’annya. 

Saya sekeluarga baru saja pindah dari rumah sendiri ke rumah ibu mertua (Jl. Semeru Raya No 4 Semarang) bukan karena rumah saya digusur tapi karena kami ingin mendekati ladang pahala. Ia seorang ibu, sepuh tapi tangguh di usia menjelang 80th bersemangat dalam kondisi stroke dan sendirian. Beliau adalah inspirasi saya. Dikelilingi 3 “Wasi” , yaitu Sigit Wasi Wasisto suami saya tercinta dan 2 anak laki-laki saya,Dhega Wasi Wihikan (15) dan Yodha Wasi Abhimta (13). 

 Jujur saja setelah saya baca bukunya Raditya Dika dan sebentar lagi bakal saya katam kan bukunya jenk Dewi Rieka yang seri Anak Kos Dodol , saya merasa hidup ini lebih ringan dan penuh canda karena selama ini saya merasa jadi “Ibu terdodol Sedunia” dan tidak pernah menjadi sempurna untuk menjadi Ibu dari kedua ksatria saya, tapi ternyata yang “Dodol” bisa jadi Bestseller juga. 

 Sedikit cerita, perkenalan saya dengan IIDN Semarang diawali saat frustasi mulai melanda karena tulisan saya (yang paling banter baru artikel) lebih banyak yang parkir daripada yang dimuat. Sejujurnya, bukan banyak, tapi baru 3 biji, yang dimuat di Suara Merdeka yang 1 di Wacana Nasional, 1 lagi di rubrik Perempuan, 1 lagi malah cuma laku di Surat Pembaca, gara-gara kirim artikel dengan tema yang sama ke Wacana Lokal gak dilirik sama redakturnya. Dan yang selebihnya bertebaran entah kemana. 

Oya ada 1 naskah buku,  masalahnya, saya bisa memulai tapi nggak bisa mengakhiri hehe (pening saya jadinya). Pernah malu-malu ambil honornya di Suara Merdeka, 2 x 300rb lumayan bisa buat beli pulsa, tapi kepuasannya melebih penghasilanku dari bisnis-bisnisku yang lain, Ada yang bikin “menyala dalam jiwa” saat tulisan kita dibaca dan memberi manfaat untuk orang lain, tidak hanya dibaca suami dan anak-anak saja, itupun dengan sedikit memaksa. Dan inilah saya, berusaha mengumpulkan puing-puing kata merangkai bahasa dan rindu menjadi manfaat bagi sesama. Semoga...  

12 komentar:

  1. Balasan
    1. Senang banget kenalan sama buibu di sini...salam kenal juga ya mbak :)

      Hapus
  2. baru kenal sama mba ini. *salaman*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ... baru banget nih di IIDN Semarang, ketemu di kopdar kemaren sama teman2 yang lain...salam kenal ya *jabat tangan*

      Hapus
  3. nggak jauh2 amat koq mba umurnya dengan diriku, yg penting semangat terus ya utk menulis :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyiiik ... ada cheerleader buat aku lebih semangat nulis, makasih ya mbak Uniek yang uniq ...:)

      Hapus
  4. sama mbak kayak aku suka dengan buku2 model Raditya Dika, dan AKD :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya mbak Rahmi Aziza ... aku suka yang ngocol2 gitu bikin fresh haha

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus