Kamis, 05 Juni 2014

Field Trip ke Tiga Serangkai: Melihat Proses Pembuatan Buku Secara Utuh

Seumur-umur jadi penulis dan penyunting lepas, saya belum pernah mengunjungi kantor penerbitan. Beberapa komunitas penulis, sih, beberapa kali mengadakan kunjungan. Namun, seringnya di Jakarta dan bandung. Nah, orang Semarang tuh kesempatannya jaraaang banget. Padahal, Semarang, kan, dekat dengan Yogya (silakan browsing dan hitung sendiri ada berapa penerbit di Yogya?).

Senang sekali ketika ada kesempatan untuk pergi ke Tiga Serangkai, Solo, bersama komunitas EEDAN (Emak-Emak Doyan Narsis). Ups! Maksud saya Ibu-Ibu Doyan Nulis alias IIDN. Dan … boleh bawa anak! Yeay! Piknik Semarang-Solo pasti seharian, kan? Kalau enggak bisa bawa anak, anak saya mau dititipin siapa?

Senangnya lagi, meeting point (MP) awal mau berangkat ke Solo ada dua (Saya, dong, yang ngusulin :d) Mengingat Semarang terbagi jadi dua daerah, kalau hanya satu MP kasihan para peserta. MP pertama di masjid Baiturrahman, dan ke dua di Ngesrep, rumah salah satu emak anggota IIDN.

Sebenarnya, sih, jadwal berangkat dari MP 1 adalah pukul 06.00. Peserta udah tepat banget datangnya, lho! Salut atas ketidakngaretannya. Lanjutkan!  Sayangnya, si awak bus yang njelehi. Molor. Akhirnya, baru bisa jalan pukul 06.40 :p


Ohya, kontrol emosi emak-emak ini patut dacungi jempol juga. Biar kesel jengkel, tapi semua tetap bisa ceria berpose di depan Baiturrahman :d


Sampai Ngesrep pukul tujuh lebih, pun pakai acara kebablasan. jadilah, tim Ngesrep yang bawa snack dua kresek besar, tiga dus aqua botol 600ml yang lumayan berat, dan peralatan perang lainnya, musti olahraga dadakan mengangkat beban itu sepanjang beberapa ratus meter. Untunglah ada bapak siaga yang membantu. Makasih, Pak Fenty (eh!)

Begitu siap, bus jalan, dan snack dibagikan. Sengaja pesan snack kelas berat, sekalian buat sarapan. Sempat lirik-lirik para FC-er, Mbak Inung asyik masyuk dengan snake fruitnya yang katanya bahasa Inggris dari salak. Taro pun mau mengeluarkan salak. Namun, karena Mak Archa mabok salak, Taro pun mengeluarkan amunisi lainnya. Stroberi dan anggur. Aih … jadi ikutan nyicip, deh. Padahal, saya udah bekal jeruk juga. Eh, tapi gak sukses nyabu alias nyarap buah, sih. Soalnya ngemil sus kering punya Shofie yang enggak habis :p. (FC-er gadungan, nih!)

Selain snack, ada donator baik hati yang memberikan paket jajanan buat anak-anak. Duh, kurang baik apa coba emak-emak ini? Makasih banyak, Mak Fent!

Rupanya, kesabaran masih terus diuji. Setelah tadi molor, si bus ini tak bisa berlari kencang. Walaupun masih beratus-ratus kali lipat dengan kecepatan siput, namun bikin panitia di belakang bisik-bisik, “Piye to iki?” Untunglah, pemandangan di tol Bawen cukup memanjakan mata dan mengademkan hati yang mulai rada panas.

Beberapa saat setelah ke luar dari tol Bawen, sie acara pun beraksi untuk mengatasi kebosanan. Siapa yang tetap mau tidur atau bete ketika ada pembagian hadiah walaupun harus menjawab pertanyaan? Uhuyy …!
Sayangnya, sie acara aka Mak Uniek ini rada-rada sok bikin penasaran. Kuis termin pertama hanya dibagi tiga pertanyaan untuk tiga hadiah. Setelah itu berhenti. “Tunggu beberapa saat lagi, akan ada sesi ke dua,” katanya dengan centilnya!

Beberapa sesi dengan pembagian puluhan hadiah pun digelar sebelum sampai Solo. Tak hanya ibu-ibu, ada juga kuis khusus untuk anak-anak. Khas emak-emak banget, kan? Di mana pun, kapan pun, selalu ingat anak!

Sampai Solo, mata berbinar melihat kata penyambutan ini:
Kalimat itu membuat kita tak merasa sebagai tamu yang hanya ‘merepotkan’.


Kami pun masuk ke show room-nya. Weih, langsung ijo melihat buku-buku yang dijual. Namun, tak lama di sana, kami ‘diusir’, diminta ke aula, karena di sanalah acara akan digelar. Katanya, sesi belanja terakhir saja! Paham banget, deh, dengan jiwa emak-emak :d

Sekarang, pertanyaannya adalah, di manakah aula itu? Hohohoho … lantai empat, tanpa lift! Cukup membuat para emak menggeh-menggeh! Tapi terbayar sudah melihat snack yang disajikan. Ups! Dengan materi yang disampaikan, maksudnya!

Pertama, acara dibuka oleh Pak Verry, yang katanya calon bapak. Beliau juga yang tadi menyambut dan membawa kami ke lantai empat ini.

Selanjutnya, acara inti disampaikan oleh pak Irfan Zaenuddin. Beliau adalah marketing buku umum. Wuih, sebagai marketing nyali beliau benar-benar diuji dengan menghadapi puluhan emak-emak ini. Bagaimana tetap bisa penuh percaya diri berbicara di depan para ibu yang … begitulah :p Awalnya kelihatan, sih, kalau rada-rada salah tingkah. Begitu sampai materi, sepertinya beliau cukup bisa menguasa diri *halah!

Ohya, selain Pak Verry dan Pak Irfan, ada para editor yang duduk di belakang kami, yaitu Mba Windri, Mb Fieda, Mba Anjar, Mas Kamil, Mba Wanty.

Senengnya, Mba Fieda membawakan print out buku yang ditulis oleh tiga emak keren dari IIDN Semarang, untuk dipamerkan. “Ini, lho, salah satu buku karya IIDN.” Cie … cie.
Nih, salah dua dari tiga penulisnya. Siapakah mereka?

Foto bareng buku belum jadi

Sayang, Mak Wuri enggak bisa ke Solo, jadi enggak ikut foto bareng (Sayang enggak foto bareng, atau sayang enggak ke Solo, ya? Bingung, kan?)

Oke, mulailah Pak Irfan bercerita tentang seluk-beluk TS.

Dimulai dari sejarah berdirinya TS. Sekarang ini, TS telah berusia 55 tahun. Namun, baru 11 tahun terakhir ini menerbitkan buku umum. Sebelumnya, TS hanya menerbitkan buku pelajaran.

Siapakah Founding Father TS? TS didirikan oleh H. Abdullah Marzuki (alm) dan Hj. Siti Aminah, suami istri yang berprofesi sebagi guru.  Awalnya, beliau berdua prihatin, karena buku pelajaran susah didapatkan oleh siswa pada waktu itu. Maka, beliau membuat buku yang dicetak sendiri menggunakan stensil, kemudian diedarkan ke sekolah-sekolah. Alhamdulillah laku. Rupanya, bisnis yang berawal dari niat baik ini berkah. usahanya semakin maju. Akhirnya bisa beli mesin, alat-alat produksi, sehingga bisa menjadi sebuah penerbit. Distribusi pun melebar, tak hanya Solo dan sekitarnya, bahkan sampai luar Jawa.

Setelah sekian lama menerangkan berbagai ‘isi’ penerbit TS, yang ternyata selain percetakan, retail, dll,  juga mempunyai lini K33 yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, misalnya air mineral dan roti, sampailah pada sesi tanya jawab.

“Buku apa yang paling laris di TS?” adalah pertanyaan khas Miss Hagameru alias Mak Rahmi.

Eh, saya kok lupa, jawaban Pak Irfan apa, ya? Hihi …. Soalnya, yang keingat malah beliau ini menjelaskan buku-buku tentang biografi tokoh terkenal. Mulai dari Jokowi, Habibie, terus Anis Bawesdan insya Allah sebentar lagi terbit, dan … ada satu lagi yang rahasia, katanya! Siapa dia? Hoho … mari sama-sama kita tunggu!

Setelah itu juga dijelaskan juga bahwa buku-buku yang ada di pasaran walaupun tema sama, namun biasanya tiap penerbit mempunyai keunikan dan diferensiasi dari sudut pandang, cara penulisan, atau lainnya.

Mak Dian sang novelis pun menanyakan kemungkinan diterbitkannya novel di Tiga Serangkai. Jawabannya adalah Tiga Serangkai menerbitkan novel, namun saat ini dikhususkan novel sejarah. Selanjutnya, Pak Irfan cerita tentang sosok Pak Langit (Langit Kresna Hariadi)  yang sukses menelorkan novel “Gajah Mada”, dan novel terbarunya, “Amurwabhumi”. Beruntung sekali, saat kami ke TS, Pak langit sedang ‘ngantor’ di perpustakaan. Mak Ketua IIDN Semarang, Dedew, menuliskan kisah foto berdua dengan Pak langit di sini, nih :d (link: http://dewirieka.blogspot.com/2014/05/bertemu-pak-langit-kresna-hariadi-di.html)
Ada beberapa pertanyaan lagi sebenarnya, tapi maaf, otak emak-emak ini tak kuasa mengingatnya :p
Apakah setelah itu kami makan dan pulang? Hohoho … tunggu dulu. Bagian selanjutnya, nih, yang bisa dinikmati anak-anak juga. Terutama saat masuk ke bagian percetakan. Sebelumnya, sih, Shofie sama Vivi becanda aja saat Pak Irfan ngomong di depan. Iyalah, anak-anak, gitu. Materinya tentu saja kurang menarik, plus penyampaian kan setingan buat orang dewasa, hehe.
Apakah acara selanjutnya? Jalan-jalan! Keluar dari aula, kami ngintip pegawai TS lain yang berada dalam kubikel-kubikel. Beberapa bapak-bapak ada yang senyum ramah menyapa, namun ada juga yang tetap fokus dengan komputernya, tanpa mengindahkan rombongan emak berisik ini, hihi.
Paling heboh saat masuk ruang editor dan lay out. Eh, saat itu diterangkan apa saja, ya? Saya memisahkan diri dari rombongan, sih. Ceritanya, saya tanya pada Mb Anjar, “Pak Hariyadi yang mana, Mbak?” Maklum, baru saja setor naskah anak pada Pak hariyadi. (Biasa … bantuin soulmate nulis :d). Eh, Mba Anjar langsung semangat, “Sini … sini … saya kenalin!” Jadilah saya kenalan kemudian ngobrol dengan Pak Hariyadi. Dalam hati, sih, sebenarnya berdoa kenceng, “Semoga naskahku enggak perlu revisi”, hahaha!
Dari hasil membaca postingan teman lain, sepertinya rombongan dijelaskan tentang tahap-tahap dalam menerbitkan buku, editing, lay out, dan lainnya.
Gini, lho, Caranya Lay out!

Serius dengerin
Kami menuruni tangga satu per satu. Kemudian masuk ke perpustakaan. Weih, buku terbitan TS buanyaaak! Ya iyalah, namanya juga penerbit. Ribuan bukunya :d. Di perpustakaan inilah, kami bertemu Pak Langit yang langsung ditodong foto bersama. Ya ampun, kok, enggak ada yang nodong berbagai pertanyaan, gimana caranya beliau menulis novel sehingga 1000 halaman, ya? Ckckck …!

Bareng Pak Langit
Terus kami melihat cara mencetak. Ada alat semacam printer raksasa di sana. Sekali cetak, ada 16 halaman buku (bolak-balik). Selanjutnya satu halaman besar itu dilipat. Dan begitu seterusnya untuk halaman yang lain, yang kemudian ditumpuk di atasnya. Hal ini membuat saya jadi lebih paham, setiap halaman buku selalu kelipatan 16. Silakan cek sendiri :d
Printer Raksasa

Biar lebih jelas, bisa baca tulisan Mbak Ary di sini (link: https://arynilandari.wordpress.com/2009/06/07/kenapa-halaman-buku-harus-kelipatan-16-atau-8/ )
Selesai melihat printer raksasa, kami pun seperti memasuki sebuah pabrik. Eh, emang pabrik, ya? Pabrik buku :d. Berbagai mesin raksasa aneka fungsi ada di sini. Jujur, baru kali ini, lho, saya melihat mesin seperti itu!



Proses pencetakan, penjilidan, penyampulan, sampai packing bisa kami lihat semua di sini. Puasss bisa melihat langsung proses panjang untuk menjadi sebuah buku.
Nih, wajah gembira emak-emak seusai kunjungan di TS.
Foto dari mba Archa

 Selesai shalat dhuhur dan makan, kami meninggalkan TS, menuju Kampung Batik laweyan. Ada apa di sana? Tunggu liputan selanjutnya! (Aan Diha)

Ditulis oleh Aan Diha
Ibu dua orang anak, penulis, pemilik blog http://oyakonohanashi.wordpress.com/

8 komentar:

  1. Berasa ikut ngider di TS mba, hahaha. Aku duduk manis di loby aka. tokbuk, ngebayangin naik lantai 4 sih gak takut. Ntar turunnya yang bikin ngeri gegara kaki masih sakit. Pokoke semangaaat ;)

    BalasHapus
  2. Terima kasih untuk rekan-rekan IIDN atas kunjungannya, ditunggu kembali ya next time klo pas ke Solo bisa mampir

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah, kalau jadi kebayang ngidernya, Mbak Wati hihi. Sengaja, ini ditulis buat oleh-oleh bagi yang gak ikutan :d
    Semoga kaki lekas sembuh ya, Mbak. Aamiin.
    Pak Verry, sama-sama makasih. Semoga lain waktu ada acara lagi dengan tema yang berbeda. Pelatihan nulis atau apaaa gitu, yak :d

    BalasHapus
  4. bener-bener trip yang bikin nagih,meskipun ga bisa seratus persen fokus krn si kecil juga maunya ngider melulu, hehehe

    BalasHapus
  5. Luar biasa serunya One Day Trip IIDN ini,selain bisa bawa para kurcacil,dpt ilmunya banyak, doorprizenya banyak juga hehehe dan satu lagi lumayan dpt 3 buku parenting dr shooping di TS dg disc yg lumayan :)
    Mbak Aan Diha, top tulisannya...jd motivasi buat kami para pemula.

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah, dapat banyak ilmuu di TS, terima kasih crew TS moga nggak kapok kedatangan emak2 unyu yaa hihihi

    BalasHapus
  7. Mb, yg bener Mb Andar dr yg ditulis di sini Mb Anjar, yg menjadi komandan di buku Anak & Remaja :)

    BalasHapus