Bismillaahirrahmaanirrahiim
tebak-tebak nama
|
Awal tahun
2013 yang penuh barokah. Seusai direkrut menjadi anggota komunitas IIDN pada
akhir 2012 lalu, saya bisa bersilaturahiim langsung dengan member IIDN alias
Ibu-Ibu Doyan Nulis Kota Semarang pada tanggal 19 Januari 2013 di food court
Paragon.
Mula-mula saya malu bergabung dengan komunitas penulis ini karena rata-rata status anggotanya sudah menikah dan menjadi seorang Ibu. Namun demikian, ada juga anggota yang masih single (ting-ting) dan hadir dalam pertemuan berkesan itu. Jujur, bingung memanggil mereka dengan sebutan apa. Kalau memanggil Ibu juga tak enak hati jika ketuaan. Kalau memanggil mbak, juga sungkan jika tak menghormati. Akhirnya setelah ditanya, mereka lebih suka jika dipanggil dengan mbak-mbak (penulis yang cantik dan sholehah). ^_^
“Perkenalkan,
nama saya Ania Maharani, FLP dari Ngaliyan. Saya teman bloggernya mbak Wuri.
Kalo tidak dijebloskan beliau ke grup ini, mungkin saya tidak akan hadir di
sini.” Acara perkenalan yang singkat sambil cipika cipiki (cium pipi kanan
dan kiri). Hihi.. Bagi saya, mereka adalah para ibu yang memiliki semangat luar
biasa dalam menulis. Misalnya saja, mbak Wuri yang saya kenal di dunia maya
sebagai aktivis lomba nulis sekaligus writerpreneur yang udah nerbitin aneka
buku antologi, cerpen, penyunting naskah, dsb. ( http://wurinugraeni.wordpress.com/category/bukuku/).
Sebut saja buku-buku beliau yang terbit di pasaran; “101 Bisnis OL paling
Laris”, “Inspiring Teacher”, “Kebelet Kawin, Mak”, “Curhat Bisnis”, “99 Pesan
Kerinduan untuk Presiden”, dsb. Tak disangka, kami dipertemukan untuk pertama
kalinya di kopdaran bareng IIDN ini. Happy rasanya bisa berdiskusi
dengan beliau dan bertemu pula dengan penulis top lainnya, mbak Dewi Rieka. Mula-mula saya malu bergabung dengan komunitas penulis ini karena rata-rata status anggotanya sudah menikah dan menjadi seorang Ibu. Namun demikian, ada juga anggota yang masih single (ting-ting) dan hadir dalam pertemuan berkesan itu. Jujur, bingung memanggil mereka dengan sebutan apa. Kalau memanggil Ibu juga tak enak hati jika ketuaan. Kalau memanggil mbak, juga sungkan jika tak menghormati. Akhirnya setelah ditanya, mereka lebih suka jika dipanggil dengan mbak-mbak (penulis yang cantik dan sholehah). ^_^
Aih,
merinding saat membaca curriculum vitae beliau di Goodreads atas
karya-karya mbak Dewi ( http://www.goodreads.com/author/show/1383473.Dewi_Rieka ).
Buku-buku mbak Dewie antara lain
Keajaiban Bunga (Cinta, 2006), Kenapa Harus Melajang? (DAR!Mizan, 2007), Serial
Anak Kos Dodol (Gradien, 2008), Anak Kos Dodol Lagi, Anak Kos Dodol Kumat Lagi
dan Anak Kos Dodol Dikomikin dan Ketika Bunga Bicara (Elex Media, 2009) bersama
Nunik dan Theresia. Buku terbarunya adalah Absolutely Kribo, Huru-Hara Cewek
Ajaib dari Penerbit Asma Nadia Publishing House. Buku anaknya antara
lain Kisah Satwa dan Puspa dalam Al Quran, Melacak Penulis Misterius,
Bocah-Bocah Galaksi dan Small Things-Kecil Tapi Penting dari DAR! Mizan juga
Pingkan Sang Juara dari Sinergi Pustaka, 2009. Buku keroyokannya antara lain Muhasabah Cinta Seorang
Istri, La Tahzan For Brokenhearted Muslimah, Makan Tuh Cinta! Ijo Anget-Anget,
Persembahan Cinta, Flash Flash Flash dsbnya.
Perkenalan
dengan anggota IIDN lainnya belum optimal karena ada anggota yang datang
terlambat. Acara silaturahiim dilanjutkan ke to the point acara yaitu sharing
with jurnalis, mbak Sunarni yang akrab disapa mbak Noni. Ibu dari satu
putra ini memiliki gudang cerita jurnalisme yang menarik untuk disimak. Beliau
menyadari bahwa seorang penulis itu belum tentu menjadi jurnalis, tetapi
seorang jurnalis bisa menjadi penulis. Beliau lebih suka menjadi freelance
writer, di mana bisa menulis di berbagai media cetak tanpa kontrak yang
tetap. Pengalamannya menjadi jurnalis patut diancungi jempol. Sebelum ke
Semarang, beliau mengadu nasibnya menjadi reporter di media berita di Jakarta,
bahkan pernah magang dan berkoordinasi bersama jurnalis asing (Jerman) dan
nasional.
Mbak Noni
sudah terbiasa menulis dengan berbasis data sehingga tak jarang
tulisan-tulisannya berbobot di media massa. Trus, bagaimana sih, cara membuat
kalimat sederhana tapi berbobot? Beliau memberikan tips sederhana sebagai
berikut:
a) Selalu riset ---> bisa dari mana aja, missal searching
dari mbah google dengan kata kunci yang pas atau wawancara dengan narasumber.
Setelah data terkumpul, di-copy paste ke halaman baru. Beliau pernah menulis
satu jurnal dengan 40 halaman referensi yang harus dibaca untuk menggali
informasi. Jadi, menulis dan membaca jadi paket kebiasaan yang tak bisa
terpisahkan, ya, mbak? :D
b) Rileks ---> alias tidak tegang pas
nulis. Cari waktu dan tempat yang cocok dengan kondisi psikis saat menulis.
c) Kritis ---> menggali informasi dengan
membuat pertanyaan sekaligus mencari jawaban dari permasalahan yang diangkat.
Misal pada saat liputan mendalam, kita bisa investigasi, dan membandingkan
sistem yang baik dan buruk.
d) Kreatif ---> menulis bagian apa yang
penting, menarik, ‘berbeda’, dan memuat daya inspirasi.
e) Kenali gaya menulis ---> setiap orang pasti memiliki
cara menulis yang berbeda. Misalnya, apakah seseorang itu suka menulis fiksi
atau non-fiksi, bisa dilihat dari susunan kalimat dan bahan tulisan yang
disukainya.
Meski harus
melewati proses yang berbelit dan panjang, mbak Noni sangat mengapresiasi
proses menulis. “Bagi saya, proses yang panjang itu bisa menjadi ilmu. Dari
sebuah tema, kita bisa mengetahui seluk-beluk mengenai topik peristiwa.Hal-hal
tak terduga bisa kita temukan dari mana saja. Pentingnya proses akan
mempengaruhi hasil,” tutur mbak Noni. Outputnya adalah rasa kepuasan seusai
menulis. Aih, perlu banyak belajar dari jurnalis yang satu ini. Asam garamnya
di dunia jurnalisme sejak tahun 2001 sampai sekarang telah membuatnya semakin
eksis. Sebagai jurnalis, bukan orientasi materi yang ia tuju, melainkan lebih
dari itu. Ada nilai sosial yang ingin ia raih. “Kalau mau jadi kaya, jangan
jadi jurnalis,” candanya.
Dalam
diskusi, saya menanyakan tentang kondisi media massa sekarang. Apakah benar ada
‘industri media’ sehingga sebuah berita bisa ‘dibeli’? Beliau berkomentar bahwa
sektor media sekarang sebagian besar dikuasai oleh para pengusaha bukan dari
jurnalis. Jadi bisa saja kalau sebuah berita bisa mempengaruhi opini publik dan
menjadi bahan kepentingan bagi pihak lain. Siip.. Sebagai jurnalis berarti
harus menyediakan berita yang objektif, ya, mbak. Terima kasih atas share ilmu-nya.
Syukur
Alhamdulillah, bisa berkesempatan dan berbincang dengan teman-teman IIDN Kota
Semarang. Sebelum berpamitan, absent dulu satu-satu, yah. ^_^
-Dewi Rieka-Wuri-Wati-Taro-Hartati-Hartini-Y.Proborini-Vita
Pusvitasari-Indriasih Karesa-Rahmi Aziza-Fatwa Jatiherlani-Reni Narulita-Archa
Bella-Ania (me)
Ingin
berkenalan lebih dekat lagii…Semoga ada kesempatan untuk berkumpul di pertemuan
selanjutnya. :)
An Maharani
Bluepen
08
Rabiulawal 1434 H/ 20 Januari 2013 M
alamat linknya dibuat link, mbak Wuri..biar bisa langsung diklik
BalasHapusDuhaiiii senang sekali berkenalan dengan An Maharani :)
BalasHapus