Selasa, 24 Maret 2015

“Accidentaly” Meet Up with Gradien Mediatama



Kadang, sesuatu yang terlalu lama direncanakan, malah nggak jadi-jadi dan jadi sekedar wacana.  Yang spontan justru sering berhasil. Kopdar dengan Gradien adalah bukti nyatanya. 

Rombongan Gradien dari Yogya

Alkisah, di siang bolong, mak ketu Dewi Rieka bikin pengumumuan kopdar dengan Penerbit Gradien. Waktunya? Besok siang! (Kamis, 19 Maret 2015). Kenapa mendadak? Karena memang mak Dew janjian dengan penerbit pada menit-menit terakhir.  

Pengumuman yang tiba-tiba  ini ternyata langsung memikat para anggota IIDN. Karena tempat yang terbatas, 15 orang pendaftar pertama sajalah yang bisa ikut. Tapi jangan khawatir buat yang belum bisa datang karena di lain waktu akan hadir kopdar-kopdar yang tak kalah cetar.  

Jadi, pada waktu yang ditentukan, lima orang dari penerbit Gradien datang menemui IIDN di Tong Dji @Hom Hotel Semarang. Mereka adalah: Mas Tri Prasetyo (kepala suku), mbak Aning, mbak Inur, mas Luluk, dan mas Tikno. 


Kopdar langsung dibuka dengan pertanyaan-pertanyaan. Semua anggota IIDN ini adalah penulis yang pasti kepo berat dengan dunia penerbitan, terutama menyangkut dengan naskah-naskah yang sudah, sedang, atau akan ditulis.

 Point-point perbincangan saat itu kurang lebih:

  Bagaimana cara menawarkan naskah kepada penerbit? 

    Tipsnya adalah rajin-rajin berkunjung ke blog penerbit, rajin melihat buku-buku mereka di tobuk. Mengapa? Agar naskah kita nggak salah alamat. 

Kalau untuk grup gradien ini, mereka akan menyalurkan naskah-naskah kepada lini yang sesuai dengan genre masing-masing. Misalnya khusus untuk naskah anak, naskah islami, atau naskah umum, dll.

Serius menyimak
Penerbit dalam ‘menjaring’ tulisan, justru kadang melihat penulis/ calon penulis ini sesuai kompetensi yang dia miliki. Misalnya, seseorang yang menghubungi penerbit untuk menawarkan novel romance, bisa jadi malahan diminta untuk bikin buku tentang masakan, kalau ternyata itu adalah hobi yang ditekuninya selama ini.

Penerbit juga sering memanfaatkan media sosial, misalnya blog untuk menjaring naskah. 

    Jika mereka butuh naskah tentang keterampilan misalnya, penerbit tinggal browsing tuh. Dan akan gampang kelihatan di internet, orang-orang yang punya keahlian untuk itu. Jadi, jangan ragu menunjukkan kompetensi kita lewat sosial media. 

  Ada perbedaan ‘cara’ ketika menawarkan naskah fiksi dan non fiksi. 

     Untuk naskah fiksi, penulis harus mengirimkan 100% naskah kepada penerbit. Sedangkan untuk naskah non fiksi, dari kerangka saja sudah bisa ‘dikomunikasikan’ kepada penerbit.  

Hal ini memudahkan penulis, supaya tidak perlu ‘bongkar naskah’ di kemudian hari.
Untuk melakukan diskusi ini, kita bisa kok, ‘nyolek’ penerbit lewat medsos yang mereka punya. Dari sana bisa bikin ‘janji temu’ dengan para editor, (bisa dilakukan online lewat chat FB, WA, apapun, nggak mesti ketemu langsung) untuk membahas naskah kita. 

Ada juga yang biasa disebut ‘tren’ dalam dunia penerbitan. 

      Saat ini memang cerita-cerita yang berbau horor banyak memenuhi rak-rak toko buku. Beberapa tahun yang lalu, adalah novel-novel religi. Tren ini akan selalu berganti, dan mungkin juga berotasi.
          Selain tren genre, ada juga yang namanya momentum. Misalnya buku-buku religi, momentumnya adalah saat hari raya keagamaan. Buku-buku latihan Ujian Akhir Nasional, ya waktunya menyesuaikan dengan waktu UAN. 

Biasanya buku-buku yang peka momentum itu harus masuk ke tobuk 2 bulan sebelumnya. Jadi, jika ada yang kepingin bikin buku sesuai momen-momen tersebut, setidaknya naskah sudah masuk ke penerbit 8 bulan sebelumnya. Karena ingat, ada proses editing, cetak, proses distribusi, dll yang tidak sebentar. 

 Kalau dari pihak Gradien sendiri, sekarang sedang banyak mencari buku-buku anak, khususnya penunjang pelajaran.
  
Royalti mungkin menjadi salah satu hal penting bagi penulis.  

      Saat ini rata-rata royalti penulis adalah di kisaran 10%. Merasa royalti itu cuma sedikit? Mas TP berbagi sedikit ‘hitung-hitungan’ penerbit untuk royalti ini. 

Dari 100% harga buku, lebih dari 50% adalah biaya distribusi, kemudian ada biaya produksi, biaya marketing, biaya redaksi, yang ujung-ujungnya ‘menyisakan’ sekitar 20% saja untuk dibagi antara penerbit dan penulis. 

Kopdar IIDN selalu sepaket dengan bocah-bocah ini
Jadi ketika penerbit memutuskan untuk menerbitkan buku seorang penulis (apalagi penulis newbie), mereka sesungguhnya juga tengah melakukan ‘gambling’.  Bedanya dari Gradien ini adalah, memberikan “uang panjar” untuk penulis yang naskahnya akan diterbitkan. Semacam down payment yang akan diperhitungakan dalam penghitungan royalti ini nanti. 

Selain royalti, naskah tentunya dapat dibeli putus oleh penerbit. Sisi positifnya adalah penulis dapat langsung merasakan ‘hasil’ keringatnya.  Tapi tentu saja sisi negatifnya adalah jika buku itu kemudian laris di pasaran, penulis sudah tidak punya ‘hak’ apapun. Naskah yang sudah ‘dibeli’ itu bahkan bisa dijual lagi kepada pihak lain, dan penulis tak bisa protes.

Dengan begitu banyaknya buku saat ini, kompetisi buku ketika sudah sampai  di tobuk juga sangat ketat. Buku-buku yang kurang diminati memang tidak bisa bertahan lama di rak display tobuk.  

Nah, demikian kiranya poin-poin perbincangan IIDN dengan Gradien. Dunia penerbitan, menghadapi situasi yang selalu berubah setiap saat. Sama seperti bisnis lainnya. Nah, Gradien juga mengalami perubahan itu. Untuk lebih jelasnya bisa lihat di website mereka: www.indonesiatera.com.

Foto bareng IIDN Semaran dan Gradien
Memang tantangan di dunia kepenulisan ini tak sedikit. Terutama tantangan untuk berhasil menerbitkan buku yang disukai banyak orang. Tapi meskipun begitu, tetaplah menulis. Dan tulislah apapun itu yang menjadi kompetensi kita masing-masing. 

Jadi terus menulis, and be yourself!

Ditulis Oleh: Winda Oetomo
Photo Courtesy of: Winda Oetomo & Wuri Nugraeni

Reportase acara ini juga bisa diintip di:
http://celotehyori.tumblr.com/post/114229161021/kopdar-iidn-semarang

14 komentar:

  1. Wow komplit nih infonya, dan aku pun makin cinta sama IIDN Semarang *bukan lebay ;D

    BalasHapus
  2. hihihihi kopdar selalu menyenangkan dan bikin ide membuncah yo mbaaa :*

    BalasHapus
  3. Aku juga cintaa :*. Kopdar penting buat ngipasin bara. Biar api semangat nulisnya gede lagi.

    BalasHapus
  4. Amazing bngt ngena :D
    oh ya, blog anda sudah saya follow tolong follow balik blog saya ya, salam blogwalking!!

    BalasHapus
  5. Semoga bisa ikutan next kopdar...., semoga bisa pas waktunya...

    BalasHapus
  6. Iya, Mba. Setuju sama kalimat paling atas. Biasanya mah yang spontan lebih sering terealisasi :)

    BalasHapus
  7. Kalo liat dari blog mba dewi rieka sama ini, kayanya iidn semarang aktif banget. Dari kopdarannya sampe bagi2 info keren. Salut

    BalasHapus
  8. Akhirnya baru bisa mantengin hasil kopdar yang tak bisa ku ikuti. Terima kasih mak Winda...

    BalasHapus
  9. Kangen....ikutan ngumpul IIDN, kangen jjug ijag ijug pagee pagee pk kaligung u iidn... Next kopdar colek yaa

    BalasHapus
  10. kirain cuma cewe aja, ternyata ada cwonya juga mak :D

    BalasHapus
  11. tetap semangat ya buat semuanya :)

    BalasHapus
  12. meet up sekaligus banyak pelajaran yang didapat :) sangat bermanfaat

    BalasHapus
  13. Wahh enaknya pada bisa meet up bareng ^_^

    Pengen beli baju dengan design fashionable dgn harga yang pas di kantong?
    Bahan berkualitas ? kunjungi http://zamarastore.blogspot.com/

    BalasHapus